PENDAHULUAN
Suatu Negara dengan kekayaan melimpah merupakan sebuah anugrah
terindah yang patut untuk disyukuri. Beberapa cara bersyukur yang dapat kita
lakukan adalah dengan merawat segala yang telah diberikan Allah kepada kita
termasuk alam ini dengan baik. Beberapa kekayaan alam yang dapat kita rasakan
manfaatnya adalah hutan, tanah, lautan, gas, air juga kekayaan barang tambang dimana
cara pemanfaatanya pun harus benar. Bumi, laut, air dan lainya merupakan yang
lebih dulu Allah ciptakan dibanding manusia, baik Adam maupun Hawwa’. Hal
tersebut dilansir dari Al-quran surat Al-baqarah ayat 29[1],
yang artinya adalah “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”.
Barulah setalah itu manusia diciptakan (wah, beruntung
sekali manusia diciptakan setelah semua fasilitas ada). Dimana dahulu manusia
hidup dengan mencari makan lewat berburu, kemudian meningkat menjadi peradaban
mengolah tanah, beternak dan bertani. Peradaban manusia berikutnya meningkat ke
peradaban logam, hingga sampai kepada peradaban teknologi mesin dan industry.
Hal tersebut juga terjadi di Negara kita ini yang melimpah ruah kekayaan
alamnya, Bahkan Negeri ini pun hampir sempurna untuk dikatakan sebagai “Baldatun
Thayyibatun”.
Keterkaitan alam dengan manusia adalah sebagai simbiosis
mutualisme, dan yang demikian itu adalah harga mutlak. Dimana manusia dan alam
hidup saling memerlukan. Hewan diburu, ikan ditangkap, pepohonan dimanfaatkan.
Namun, karena manusia semakin bertambah dengan keperluan yang tambah beragam,
maka bumi dengan hutannya yang lebat, laut, sungai dan danau berubah menjadi
gersang dan tercemar. Benar sekali, penyebab semua itu adalah karena
pemanfaatan alam ditunggangi manusia-manusia dengan kepentingan masing-masing,
hingga akhirnya munculllah oknum-oknum tak bertanggung jawab yang mengakibatkan
pemburuan satwa dilindungi, penebangan pohon liar, pembukaan industry
dilahan-lahan terlarang sehingga yang demikiian dapat memicu terbakarnya hutan dan
lahan-lahan gambut dimana-mana selain dari disebabkan oleh kekeringan yang
merupakan dampak dari Elnino, yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia,
khususnya di Pulau Sumatra dan Kalimantan yang dilanda kabut asap. Jika semua
itu telah terjadi apalah daya manusia, selain menunggu kekuasaan Allah untuk
menurunkan air dari langit berupa hujan. Berharap ada yang menangani? Jangankan
industry X dan Y yang dikabarkan pemicu awal kebakaran tersebut, penduduk pulau
atau daerah lain yang tidak terkena dampaknya saja berkata “ah, masa
bodo..lagian si banyak ulah”, “ngapain kita yang repot, pemerintah saja
duduk manis sambil bertopang dagu” dan lain sebagainya. Itulah sebabnnya pemerintah
Indonesia beserta seluruh lapisan rakyatnya harus dibekali ilmu pengetahuan
tenntang penjagaan alam semesta tterlebih lingkungan sekitar. Lalu bagaimana
Islam mengatasi hal ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis berusaha
untuk memaparkannya dalam poin-poin yang terdapat pada makalah ini.
PENCIPTAAN ALAM
Sudah jelas kiranya jika kita membahas tentang penciptaan alam
semesta. Benar, bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta alam ini beserta
seluruh isisnya. Allah SWT menjelaskan dalam beberapa ayat-Nya bahwa
pembentukan alam semesta (langit-langit)dan bumi itu diciptakan dalam 6 hari
(masa/periode) penciptaan. Seperti halnya yang telah difirmankan oleh Allah Swt
dalam surat hud potongan ayat 7:
qèdur
Ï%©!$#
t,n=y{
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
uÚöF{$#ur
Îû
ÏpGÅ
5Q$r&
c%2ur
¼çmä©ötã
n?tã
Ïä!$yJø9$#
….
“dan Dialah yang
menciptakan langit-langit dan bumi dalam 6 hari (masa), dan singgasana-Nnya
(kekuatan/kekuasaandan pemerintahannya) ditegakkan diatas air…….”
Diterangkam dalam ayat tersebut bahwa alam semesta diciptakian
selama 6 hari, apakah hari tersebut sama dengan hari yang kita lalui? Ternyata
tidak! Lafadz فى ستة أيام dalam ayat
tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam
kitab tafsirnya, Tafsir AL-Maraghi bahwa “hari” dari ayat tersebut tidaklah
sama dengan hari yang dilalui oleh
Makhluknya. Dalam tafsirnya beliau mengatakan, kita tidak boleh mengukur lafadz
tersebut dengan apa yang kita alami, adapun keterangan dari lafadz “6 hari”
dapat kita dapatkan ditafsiran berikutnya yang diperkuat dengan ayat “ وَإِنَّ يَوْماً عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ
سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ” (dan sesungguhnya 1 hari disisi Tuhanmu adalah sama halnya
dengan seribu tahun dari apa yang kau hitung).[2]
Benar-benar ciptaan yang tiada tandingannya, kata-kata amazing, excited,
awesome, fabulous, marvelous dan lain sebagainya bahkan tidak cukup untuk
mengutarakan rasa takjub. Dari adanya seluruh materi yang terbentuk dari
dentuman dahsyat (big bang) yang kemudian melahirkan kosmos, hingga
adanya hari Kiamat besar merupaka kreasi Tuhan sebagai proses penciptaan alam
semesta ini. Alam semesta berkembang, itu artinya alam ini bersifat ekspansif.
dok. pulau sempu |
Selain itu, Keindahan-keindahan alam yang Allah
ciptakan tidaklah sia-sia, melainkan mengandung manfaat serta memberikan
kebahagiaan bagi makhluknya. Sebagaimana yang tertera dalam surat Qaf, ayat 7:
uÚöF{$#ur $yg»tR÷ytB $uZøs)ø9r&ur $pkÏù zÓźuru $uZ÷uFu;/Rr&ur $pkÏù `ÏB Èe@ä. £l÷ry 8kÎgt/ ÇÐÈ
“dan
Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan
Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata”.
Meskipun awal pembentukan alam terkesan mengerikan, tapi semua itu
terbayar dengan keindahan alam didalamnya seperti yang dijelaskan oleh ayat
tersebut diatas, tepatnya dengan lafadz وَأَنبَتْنَا
فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ yang ditafsirkan oleh Imam Ibnu Jarir al-Thabariy dengan
ditumbuhkannya segala jenis tumbuh-tumbuhan yang baik yang memberikan
kenikmatan.[3] Meskipun ada jenis
tumbuhan yang dikenal memberikan dampak negative, namun ketahuilah nahwa
didalamnya juga mengandung manfaat bagi semua makhluk-Nya.
PENCIPTAAN MANUSIA
Konsepsi manusia menurut al-Quran. Al-Quran memiliki banyak kosa
kata tentang manusia, yang masing-masing kata tersebut tidak sekedar sinonim
melainkan juga mengandung makna-makna khas. Ditelaah bahwasannya al-Quran
mempunyai 4 kata dalam menunjukkan manusia. Yakni 1) al-Basyar, 2) al-Nas, 3)
al-Ins, dan 4) al-insan. Berikut adalah ringkasan keerangan mengenai keempat
kata tersebut.
Pertama, al-Basyar dipakai Al-Qur’an guna menunjukkan pengertian
manusia biasa dalam bentuk tunggal.
Kedua, kata an-nas disebutkan s20 kali di dalam Al-Qur’an dan kata
ini dipakai guna menggambarkan keturunan nabi Adam serta sekumpulan manusia.
Ketiga, istilah al-ins dikaitkan dengan kata al-jin secara
berturut-turut dan tidak terpisah dalam 18 ayat.
Terakhir, kata al-insan terkadang dilawankan dengan al-jin yang
menandakan bahwa al-insan sama dengan al-ins yang berarti lembut. Selain itu
juga menunjukkan bahwa al-insan merupakan makhluk yang diberi
kekhususan-kekhususan seperti akal, kecerdasan, kecakapan, cobaan baik dan buruk,
dan segala martabat yang dapat mengantarkan menjadi khalifah di bumi. Mulai
dari penciptaan nabi Adam, penciptaan hawa, hingga penciptaan manusia seperti
kita ini tidaklah terlepas dari kuasa Allah swt.
Adapun tahap-tahap dasar perkembangan manusia sejak embrio menurut
Al-Qur’an yang telah diselidiki oleh biologi dan kedokteran terdiri dari 4 hal:
1.
Dari
nutfah yaitu berupa setetes air
2.
Campuran
cairan pembuahan yang menggunakan istilah an-Syadz
3.
Pendalaman
telur yang telah dibuahi yang disebut sebagai ‘alaq
4.
Evolusi
embrio yakni embrio melewati satu tahap seperti daging yang digulung-gulung
kira-kira sampai hari ke-20 ketika mulai membentuk manusia dan fase ini disebut
sebagai mudghah.
KESATUAN
MANUSIA, LINGKUNGAN HIDUP DAN ALAM
Pada
hakikatnya manusia dan alam itu satu dan berada dalam hukum atau aturan yang
satu yakni hukum alam. Adapun bumi, gunung, daratan, hutan, padang pasir,
sungai, danau, selat dan lautannya adalah bagian dari alam. Etika manusia
berbuat baik dengan lingkungan berarti ia telah berbuaat baik kepada dirinya
sendiri, begitu juga sebaliknya. Firman
Allah swt dalam suraat Al-Qashash: 77
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
“ dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Syaikh Musthafa Al-Maraghi menyebutkan pada
ayat tersebut dijelaskan bahwa "
(وَلا
تَبْغِ الْفَسادَ فِي الْأَرْضِ) أي ولا تصرف همتك، بما أنت فيه إلى الفساد فى
الأرض، والإساءة إلى خلق اللّه.[4]
Yakni dengan sighat nahyi yang berupa larangan
untuk berbuat kerusakan di muka bumi atau juga larangan untuk memalingkan diri
kepada hal yang dapat menyebabkan kerusakan serta keburukan tehadap ciptaan
Allah swt.
Manusia
lahir, hidup dan mati di bumi namun sayangnya manusia tidak tahu apa tugas dan
tujuan mereka selama hidup di bumi. Dan diantara cara manusia melaksanakan
tugasnya di muka bumi adalah dengan vertical (bertanggungjawab terhadap Allah),
horizontal (bertanggungjawab terhadap tugas sesama manusia) dan diagonal
(tanggungjawab manusia terhadap alam sekitar).
KERUSAKAN
ALAM DAN LINGKUNGAN SEKITAR
Kerusakan lingkungan yang
berkelaanjutan dengan skala ekstensif telah berujung pada masalah krusial yang dicemaskan
oleh banyak orang. Diantaranya pembuangan asap industri, kendaraan bermotor,
pabrik rumah tangga, serta teknologi yang memicukan adanya pemanasan global
yang dapat mengakibatkan perubahan iklim yang ekstrim dan tak terhindarkan.
Selain itu, dunia berpotensi khususnya asia untuk dilanda banjir secara serius dan
bersamaan dengan itu dunia akan kehilangan spesies, tumbuh-tumbuhan serta hewan
dengan jumlah ekstrim. Para ahli lingkungan memperkirakan bahwa dampak dari
pemanasan global akan terus meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak
dipelihara. Karena posisi hutan menjadi satu-satunya paruh dunia yang bisa
memberikan nafas dan oksigen kepada manusia. Sehingga jika hutan menjadi bahan
eksploitasi khususnya di Indonesia, maka akibat yang sangat fatal akan terus
terjadi ke depan akibatnya seperti yang dirasakan sendiri oleh Indonesia.
Naif
sekali memang ketika kita mendengar bahwa Indonesia menjadi salah satu Negara
yang paling cepat dalam kasus penggundulan hutan. Anehnya, persoalan ini terus
dibiarkan oleh Negara dan posisi pemerintah daerah pun cenderung abai pada
permasalahan ini.
Dari
beberapa hal tersebut, terlihat bahwa system Negara yang menjadi palang pintu
bagi keselamatan lingkungan di indonesiaa ternyata sangat rapuh, jadi tak ayal
jika kemudian tragedy pengerusakan lingkungan terus terjadi dan orang-orang
yang melakukannya semakin hari semakin bertambah. Maka tidak diragukan lagi
bahwa salah satu factor penyebab pengrusakan di muka bumi ini adalah ulah
manusia seperti halnya yang telah dijelaskan dalam surat ar-rum ayat 41
tygsß ß$|¡xÿø9$# Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷r& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_öt ÇÍÊÈ
“
telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Jelas
di sini ada problem terutama bagi manusianya sendiri yang telah secara
ekspansif melakukan pengrusakan di atas bumi. Apakah mereka melakukan semua itu
karena ada di tengah ketidakpahaman tentang manfaat dan ancaman jika merusak
ekosistem? Ataukah karena Negara yang memberikan peluang bagi terjadinya kecelakaan
lingkungan? Maka dari itu diperlukan evaluasi serius dari pihak-pihak berwajib
sebelum kehancuran lingkungan benar-benar terjadi di tengah lingkungan hidup
kita.
Jika
kita membuka kembali tafsiran ayat diatas, maka jelas bahwa manusia memiliki andil
utama dalam pengrusakan dimuka bumi, baik dari rakyatnya, maupun pemerintah. Dalam
tafsirannya disebutkan bahwa sebab utama yang memicu manusia melakukan
pengrusakan adalah hilangnya keimanan mereka kepada Rabbul ‘alamin, عبدوا مع اللّه سواه ، وأشركوا به غيره “mereka
menyembah Allah, juga menyembah yang lainnya, serta menjadikan sekutu bagi
Allah”, sehingga ketika dualism Tuhan dianut, akan Nampak kerusakan
tersebut لَوْ كانَ فِيهِما
آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتا “jikalau didaratan dan lautan terdapat Tuhan selain Allah (yang
mengatur) niscaya akan terjadi kerusakan”. Maka ketika manusia sudah menggantungkan nasib kepada selain
Allah, Allah akan memperingatkan serta timpakan kepada mereka adzab. Banyak
orang yang akan melakukan maksiat (coba saja, disela mana kita tidak menemukan
manusia tanpa bermaksiat?), tersebarnya “ الظلم والطمع” kedzhaliman serta ketamakan hingga semua
hal ingin dimiliki yang mengakibatkan manusia menjadi makhluk hedonis (cinta
dunia, takut mati), yang kuat memangsa yang lemah, banyak peperangan
disana-sini (lihat saja, yang terjadi dinegara-negara luar. Terorisme yang
mengatasnamakan agama), maka saat itulah benar jika فصب عليهم ربهم سوط عذابه “maka Tuhan mereka akan menumpahkan kepada mereka
adzabnya”. Apakah semua ini dusta?
Jelas tidak, karena Firman Allah lah
yang berbicara. Begitulah kira-kira tafsir ayat diatas yang digambarkan oleh
Syekh Mustafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya. Sekali lagi, penyebab utama
kerusakan dimuka bumi ini adalah krisis spiritual (spiritual crisis)[5],
dalam artian ketidakmampuan manusia dalam memahami ciptaan (creatures)
Tuhan dalam arti yang luas.
MEMBEKALI DIRI MENGANTISIPASI KERUSAKAN ALAM
Banyak sekali kerusakan alam yang telah kita alami, distorsi dimana-mana.
Tidak perlu kita melihat jauh-jauh kebelakang, tahun ini saja mari kita jadikan
pelajaran dari dampak elnino yang melanda seluruh lapisan negeri,
mengakibatkan kekeringan dimana-mana, kebakaran hutan meluas, asap meluap,
Hutan Tanaman Indusutri (HTI) berkuasa, dan lain sebagainya.
Belajar dari pengalaman ini, melalui institusi agama dengan peran
wahyu (dogma) dan ritual teologinya, kecerobohan yang telah terlanjur dilakukan
manusia modern diharapkan bisa diatasi. Karena disamping itu agama juga
mempunyai peran utama dalam memupuk
kesadaran spiritual ditengah kering kerontangnya ranah spiritual manusia
modern. Dalam kondisi seperti ini, jika disadari secara komprehensif, agama
yang kaffah,dengan implementasi praktis yang kaffah pula, bakal
menjadi oase bagi masa depan kehidupan manusia (rahmatan lil ‘alamin).
Dengan demikian, eksistensi lingkungan dalam konteks Islam menjadi
sangat menarik ditelaah dan perlu mendapat kajian yang komprehensif. Dengan
tujuan, agar nilai-nilai Islam tentang lingkungan dan alam sekitar memberikan
kontribusi pemahaman kepada masyarakat muslim yang menjadi mayooritas di
Indonesia. Selain itu, manusia dapat memberikan suri tauladan sebagai khalifah
(vicegerent) dimuka bumi ini.
[1] Abujamin Roham
Dkk, Al-Islam & Iptek, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Hal.135
[2] Ahmad Mustafa Al-Maraghi,
Tafsir Al-Maraghi, Mesir: Perc. Mustafa Al-Baabi Al-Halbiy. J. 12, Hal. 5
[3] Ibn Jarir Al-Thabariy,
Jaami’ Al-Bayan Fii Tafsiiri Al-Quran, Dar El-Hijr. Cet. 1., Juz. 21., Hal.
409.
[4] Maraghi, Op.
Cit Juz
20
[5] Ade Faizal
Alami Dkk, Kajian Islam Multidisipliner, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009. Hal.
53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar