Senin, 13 Juni 2022

Setoran Hafalan Aisyah

Adzan Subuh telah berkumandang, Aisyah bergegas mengakhiri bacaan qurannya. Ia turun melalui anak tangga yang cukup untuknya melafadzkan 11 kali bacaan tahlil.

"Aisyah, ba'da subuh nanti tolong ke ndalem ya...," pesan musyrifah ma'had kepadanya.
"Baik, ka..," tanpa berpanjang kalam ia menjawab.

Kebetulan hari itu libur ngaji pagi. Ia menaiki anak tangga gedung B dengan rasa penuh penasaran hingga ia memasuki kamarnya untuk berganti pakaian.
"Allahu Akbar, salah apa saya sehingga saya dipanggil ke ndalem.." gumamnya.

Aisyah jalan merunduk memasuki ndalem, dan dengan suara lirih ia mengucap salam.
"Assalamu'alaikum.." ia memberi salam.
"Wa'alaikum salam nduk, masuk.." sahut Abi (mudir ma'had) pagi itu.

Dengan lututnya ia berjalan menuju tempat dimana Abi biasanya duduk. 
"Nduk, Abi perhatikan akhir-akhir ini sampean jarang setoran, ada masalah apa?" tanya Abi tanpa basa basi.
Bak petir menyambar kala pertanyaan ini terlontar untuknya. Aisyah bingung harus menjawab apa. Aisyah tak dapat berkata-kata. Ia hanya menunduk dengan mata berkaca-kaca.

"Nduk, ceritakan saja sama Abi, ndapapa.. Abi ini kan ayahmu juga.."
Aisyah tak kuasa menahan kristalan air mata yang akhirnya jatuh juga membasahi pipi merahnya.
Bukan karena ia sedih karena rutinitas stor hafalan yang sempat macet, melainkan ia haru ternyata Abi mau menegurnya.

"Mboten, Bi.. Aisyah baik-baik saja.." jawab Aisyah terisak.
"Tenan lho, Nduk.. cerita saja sama  Abi apa yang membuatmu akhir-akhir ini nda setoran.."
"... (tetap dalam keadaan menunduk) mmm..mmm..." Aisyah masih saja belum dapat mengungkapkan alasannya.

.....
Hening,
.....
Beberapa saat kemudian, Aisyah sedikit mengangkat kepalanya, seperti ada yang ingin ia sampaikan.

CATCALLING: Sebuah Kewajaran atau Pelecehan?




Desember 2017 berdasarkan riset yang dilakukan mahasiswi Universitas Bakrie menunjukkan bahwa 72,4% wanita Indonesia pernah mengalami catcalling dan 91% dari perempuan yang mengalami catcalling tersebut merasa risih. (Diambil dari viva.co.id 29 Desember 2017)

Catcalling atau yang biasa disebut gangguan di jalan (street harassment) nyatanya masih dianggap lumrah. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peserta Writing Training for Women Writer Jakarta, di mana penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar narasumber berpendapat catcalling adalah perilaku yang wajar dilakukan di jalanan yang mayoritas korbannya adalah perempuan. 

“Ah namanya juga laki-laki mbak, itu hal yang wajar. Seperti kucing dikasih ikan aja, pasti langsung disamber”, ujar Heru 41 tahun sembari tersipu malu.
Hal ini pun diamini oleh Ibu Sumiati 43 tahun, yang kerap kali melihat perempuan diganggu di daerah tempatnya berjualan. Ia menegaskan bahwa hal itu wajar saja, mengingat banyaknya perempuan yang memakai pakaian minim dan berdandan berlebihan. Lain halnya dengan yang disampaikan oleh Bapak Tori seorang aktivis gender disalah satu NGO, yang menyatakan bahwa catcalling tidak melulu menempatkan perempuan sebagai korban, karena bisa jadi laki-laki juga menjadi korban. Menurut beliau catcalling lebih disebabkan oleh adanya ketimpangan relasi kuasa.
Adapun ketimpangan relasi kuasa terjadi karena seseorang atau kelompok memiliki akses yang lebih besar terhadap sumber daya yang dikuasai. Beliau melanjutkan catcalling bisa diminimalisir dengan meningkatkan self defense (ex. bela diri) bagi tiap individu, baik laki-laki maupun perempuan serta pendidikan kesetaraan gender ditingkat keluarga yang salah satu valuenya adalah saling melindungi satu sama lain.
Sejalan dengan hal ini, Negara melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1999 Pasal 29 (ayat 1) tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya. Kemudian, di Pasal 30 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Peneliti juga menambahkan bahwa selain melalui self defense setiap individu juga harus menanamkan nilai-nilai yang dianut oleh agama masing-masing, Islam misalnya, melalui Alquran menyiratkan pesan bahwa antara laki-laki dan perempuan adalah sebagai pelindung satu dan lainnya (QS. At-Taubah:71)

(By: Marlia Alvionita, Isna Rahmah Solihatin, Irma Khairani)